POSYANTEKDES DAN WARTEK
APA ITU ?
Posyantekdes
merupakan wadah bagi daerah untuk memanfaatkan teknologi yang tepat
guna. Sedangkan Warung Teknologi adalah lembaga pelayanan yang berfungsi
memberikan pelayanan teknis, informasi dan orientasi berbagai jenis
spesifikasi TTG yang mendukung dan dibutuhkan oleh masyarakat.
Teknologi
yang dipakai tidak terbatas pada pertanian saja, tetapi teknologi dari
semua bidang. Namun, kenyataannya, masih banyak provinsi tidak
memfasilitasi daerahnya untuk memanfaatkan Posyantekdes. Posyantekdes
dianggap program pemerintah pusat sehingga pusatlah yang
melaksanakannya. Sedangkan Wartek Lebak Gede, belum berjalan secara
optimal dalam melaksanakan fungsi Wartek. Namun dengan segala
keterbatasan mereka tetap jalan. Meskipun jalan di tempat.
Sebelum
Pos Pelayanan Teknologi Desa (Posyantekdes) menjalankan fungsinya
sesuai InMendagri No. 24 tahun 1998 tentang Posyantekdes, Wadah ini
milik Departemen Pertanian dengan nama Balai Penyuluhan Pertanian (BPP).
Saat itu, hampir 1000 BPP yang dibina Departemen Pertanian tersebar di
wilayah Indonesia.
Karena BPP ini kemudian dihibahkan ke Pemda TK
II yang pada saat itu belum terjadi otonomi daerah, maka keluarlah SK
Menteri Dalam Negeri dan SK Menteri Pertanian bahwa BPP harus
difungsikan sebagai Pusat Pelayanan Teknologi.
"Pada saat'''itu,
pusat informasinya masih terbatas di bidang pertanian saja,"jelas
Kasubdit Pemasyarakatan dan Kerjasama Teknologi Desa, Direktorat Sumber
Daya AIam/Teknologi Desa (SDA/TTG) Ditien PMD, Ir. Yuliaty, MM saat
ditemui di ruang kerjanya, beberapa waktu lalu.
Menurut Yuli,
setelah berubah menjadi BPP , keluarlah Keputusan dari Menteri Dalam
Negeri agar BBP dikembangkan tidak hanya sebagai teknologi pertanian
saja, namun semua teknologi.
"Setelah itu keluarlah InMendagri
No. 24 tahun 1998 tentang Posyantekdes yang intinya berisi bahwa semua
teknologi yang ada di desa menjadi satu wadah yang diberi nama
Posyantekdes/'papar ibu satu anak ini.
Sayangnya, lanjut Yuli,
Posyandektes tidak berjalan sesuai harapan. Namun sebagai jajaran
Departemen Dalam Negeri melalui Ditjen Pemberdayaan Masyarakat dan Desa
(PMD) memiliki kewajiban untuk memfasilitasi agar Posyantekdes berjalan
sebagaimana mestinya.
Nasib serupa juga dialami saudara kembamya,
Wartek. Menurut Ketua Wartek Lebak Gede, Pulomerak, Toto Sunanto EM.,
tidak berfungsinya sendi-sendi kepengurusan. Padahal Wartek Lebak Gede
yang didirikan berdasarkan Surat Keputusan Camat Pulomerak No. 523.12/1
2/Ekbang/2008, dengan tujuan untuk mempercepat proses alih teknologi
masyarakat. "Ibaratnya seperti bus. Yang ada hanya sopirnya saja tanpa
ada awak pendamping," kata Toto. Banyak alat-alat TTG yang dulu pernah
ikut dalam lomba TTG, terongok dilaci mejanya. "Kami memerlukan modal
agar kami dapat membangun image dan trust untuk meyakinkan para
investor. Padahal banyak yang tertarik dengan produk dari Wartek. Tapi
kami tidak bisa berbuat apa-apa," tegasnya.
Sementara itu jika
Cilegon sudah terlihat wujudnya dengan adanya Posyantekdes dan Wartek.
Tidak begitu halnya deogan Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga
Berencana, di Pemerintah Kota Bogor. Menurut Kasubdit Pengembangan TTK,
Omadi, mereka belum punya namanya Posyantekdes dan Wartek. "BPM-KB baru
enam bulan terbentuk. Dari Pemkot Bogor kurang ada perhatian. Kita baru
saja kali pertama mengadakan pelatihan TTG," kata Omadi disela-sela
Pelatihan TTG di Kontor Kelurahan Mulya Harja.
Pintu Gerbang
Menurut
Yuli, secara umum Posyantekdes bisa dianggap sebagai pintu gerbang
semua teknologi tepat guna yang ada di seluruh departemen. Bila tidak
ada Posyantekdes, masyarakat tidak akan mengetahui teknologi tepat
guna/Kalau kita tidak sosialisasikan keberadaan Posyantekdes, masyarakat
tidak akan tahun teknologi dan merekapun tidak paham memanfaatkannya.
Padahal, kalau mereka paham dan tahu, banyak keuntungan yang mereka
peroleh," paparnya.
Selama ini, lanjut Yuli, pengenalan
Posyantekdes masih setengah-setengah. Artinya. penguotan manajemen
pengurusan belum ada. Untuk itulah, mereka diberi pelatihan. "Sayangnya,
Sosialisasi kebupaten/kota kepada masyarakat belum ada. Implementasi
tergantung ada anggaran baru ada kegiatan,"katanya yang berpendapat
meski Posyantekdes merupakan salah satu kegiatan dari Direktorat
SDA/TTG, nyatanya belum menjadi perhatian yang serius dari provinsi.
Daerah,
kata Yuli seialu beranggapan bahwa Posyantekdes merupakan program
pemerintah pusat sehingga pemerintah pusatlah yang harus melaksanakan.
"Saya selalu tekankan kepada daerah, inikan otonomi daerah ayo kita
berbagi, saya bekali pengurus dengan pelatihan lalu apa timbal balik
mereka untuk Posyantekdes. Daerah selalu berkata, anggaran untuk
masyarakat sangat kecil. Kita hanya memfasilitasi tidak memberikan
modal," papar dia.
Kata Yuli, bila semua daerah memahami
keberadaan Posyantekdes, maka pada tahun 2010, Posyantekdes sebagai
pusat data teknologi, pelatihan, show room yang menampilkan teknologi
dalam bentuk kecil bisa dimanfaatkan oleh masyarakat. Meski beberapa
daerah kurang merespon Posyantekdes, namun Cilegon sangat merespon
Posyantekdes. Bahkan Cilegon dinilai berhasil memanfaatkan Posyantekdes.
Di
Cilegon telah terjadi erjasama yang baik antar departemen yang ingin
memberikan teknologi. Contoh, bila Departemen Perindustrian ingin
memberikan alat, maka dia harus mengkoordinasikan terlebih dahulu dengan
TTG yang kemudian diberikan ke Posyantekdes. "Bila ada warga yang ingin
memanfaatkan teknologi tersebut, Posyantekdes tidak memberikan secara
cuma-cuma. Nanti dibuat berita acara serah terima barang, "paparnya.
Teknologi yang digunakan di Cilegon sesuai dengan kebutuhan daerah
tersebut. Cilegon merupakan daerah industri, sehingga di sana lebih
banyak memanfaatkan limbah industry.
Kata Yuli, kalau dirinya
hendak memfasi I itasi daerah untuk memberikan pembekalan, ia selalu
mengajak orang dari Cilegon untuk memberikan pemaparan kepada daerah
lainnya mengenai keberhasilan Cilegon dalam menjalankan Posyantekdes.
"Saya melakukan ini agar wawasan mereka terbuka tidak hanya masalah
konsep kebijakan tetapi jugo aplikasinya," kata dia.
Pamsimas
Selain
Posyantekdes masih ada program yang jugo dilaksanakan Direktorat Sumber
Daya Alam dan Teknologi Tepat Guna (SDA/TTG) Ditjen Pemberdayaan
Masyarakat dan Desa (PMD), Departemen Dalam Negeri dalam melaksanakan
pemberdayaan masyarakat perdesaan melalui penerapan dan pengembangan
teknologi tepat guna. Diantaranya Program Pembangunan Sarana Air Minum
dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas), Telkomdes, Pos Pelayanan
Teknologi Desa (Posyantekdes) dan lain-lain.
Untuk Pamsimas
merupakan kelanjutan dari Water Sanitation for Low Income Community atau
biasa dikenal WS LIC . WS LIC sendiri sudah berjalan tiga kali dan
dikenal dengan WS LIC1, WS LIC 2 dan WS LIC 3. Pada dasarnya apa yang
dilakukan oleh WS LIC 1,2 dan 3 tidak ada yang berubah. Hanya
pengelolaannya. Bila selama ini WS LIC 1 dan WS LIC 2 pengelolaanya
ditangani oleh Departemen Kesehatan. Maka WS LIC 3 ditangani oleh
beberapa departemen atau lintas sektoral
Lintas sektoral tersebut
misalnya Departemen Pekerjaaan Umum (DPU) menangani kontruksi,
Departemen Kesehatan menangani perubahan prilaku, sedangkan Departemen
Dalam Negeri melalui PMD menangani pemilihan desa dan pemeliharaan.
"Jadi kalau kita hendak membangun sesuatu, tidak hanya dibutuhkan fisik
semata saja tetapi juga dibutuhkan perubahan prilaku,"jelas Staf
Direktorat SDA/TTG, Fernando H Siagian S.STP, M.Si didampingi Kasi'
Prasarana Air dan Sanitasi, Direktorat SDA/TTG, Rewang Budiyana,SH,MSi
ketika ditemui di ruang kerjanya, beberapa waktu lalu.
Menurut
Fernando, misalnya di desa hendak dibangun WC, perlu disikapi bagaimana
prilaku warga desa ketika sudah memiliki WC/Kita harus merubah prilaku
mereka. Kalau biasanya tidak memiliki jamban, maka setelah ada jamban
harus diajarkan kepada mereka pentingnya menggunakan jamban,"paparnya.
"Karena bila tidak ada kesadaran dari warga desa, maka fasilitas yang
sudah kita bangun bersama akan hancur/'jelas Fernando.
la
menambahkan, dulu ada dana untuk membangun Pamsimas seniloi Rp.300 juta.
Fasilitas pembuatan air bersih dengan ini akhirnya hancur hanya karena
warga desa enggan memperbaiki kerusakan yang nilainya Rp.1 juta. "Warga
hanya menunggu bantuan dari pemerintah, padahal kalau kita sudah memberi
bantuan, perawatan mereka lakukan sendiri,"imbuhnya.
Menurut
Fernando, banyak cara dilakukan warga untuk perawatan fasilitas yang
dibangun lewat Pamsimas. Untuk pompa tangan, misalnya dibutuhkan
perawatan. Karena usia pompa tangan hanya bertahan selama 5 tahun.
Sedangkan pompa tangan yang diberikan warga jumlahnya sekitar 35 pompa.
"Kalau tidak dilakukan perawatan dengan baik, paling-paling usia pompa
tangan tidak sampai 5 tahun,"jelas dia. Salah satu upaya yang harus
dilakukan adalah, bagaimana operasional listrik, pemakaian bensin atau
oli, bagaimana biaya untuk yang menjaga pompa-pompa tersebut. "Semuanya
harus sudah disepakai sejak pembangunan Pamsimas dilakukan.” Disinggung
apakah WS LIC 1 dan WS LIC 2 pola kerjanya berbeda dengan WS LIC 3 (
Pamsimas), Fernando mengungkapkan, pada dasarnya sama, hanya untuk
Pamsimas kerjanya lebih dioptimalkan. Sebelum Pamsimas ini dilaksanakan,
desa yang rencananya hendak memperoleh dana Rp 275 juta dikumpulkan.
Kemudian mereka diberi penjelaskan secara detail maksud dan tujuan
Pamsimas.
Cari Desa lain
"Kalau ada desa yang
tidak sanggup dengan persyaratan yang ada maka akan dicari desa lain
yang sanggup,"kata dia. Pada umumnya desa yang tidak sanggup dengan
persyaratan yang telah ditentukan, selalu beranggapan kalau itu proyek
sehingga dana sudah disediakan. "Anggapan tersebut salah.
Pamsimas
adalah program di mana desa diberi dana 275 juta yang diperoleh dari
APBN/Loan 70, APBD 10 dan sisanya masyarakat dengan perhitungan 4 in
cash dan 16 in kind. Artinya kalau 4 berarti desa harus mengeluarkan
kocak Rp 11 juta untuk Pamsimas dan 16 berupa material." paparnya.
Menurut
Fernando, kalau warga desa yang paham pentingnya air bersih, maka warga
desa akan berupaya mencari dana untuk Pamsimas. Misalnya dengan cara
menabung seperti yang dilakukan oleh warga Desa Genilangit, Kecamatan
Poncol, Kabupaten Magetan, Jawa Timur. Warga desa di sana sangat
antusias. Tak heran ketika diminta menyumbang, tanpa dimintai dua kali
warga langsung menyumbang.
Keberadaan Pamsimas, lanjutnya
sangatlah menguntungkan, setidak-tidaknya warga tidak perlu jauh- jauh
mencari air bersih, "air diperoleh tinggal diambil di depan rumah yang
memang sudah dibuatkan pipanya/kata dia. Agar PAMSIMAS tidak sia-sia
maka tidak boleh ada kegiatan sejenis selama 2 tahun terakhir, " Agar
tidak sia-sia, tidak boleh ada rencana masuk PDAM/'kata dia. PAMSIMAS
berlangsung dari tahun 2007 hingga 2012.(Liefy). sumber : Jurnal Terpadu
Depdagri.
Sumber :Jurnal Terpadu Depdagri